ANDA MEMASUKI DUNIA HANTU JURNAL..SELAMAT MEMBACA

Sabtu, 02 Oktober 2010

RESIKO JADI ORANG KAMPUNG
Oleh : Alif Hasanah

Banyak orang pendapat bahwa tinggal di kampung sangat menyenangkan. Sebab, selain udaranya yang masih segar dan alami, juga terhindar dari kebisingan suara-suara kendaraan yang bisa mengganggu waktu istirahat. Selain itu pula, panorama alam yang terdapat di kampung bisa menghilangkan stress dan menghadirkan ketenangan batin, makanya banyak orang-orang perkotaan yang terkadang menghabiskan waktu liburnya di kampung.

Namun tidak hanya kesenangan yang dirasakan, melainkan ada juga kekurangan. Berikut ini, beberapa kekurangan yang dirasakan oleh masyarakat yang hidup dan mencari hidup di kampung, khususnya pada masyarakat Desa Gunung Sejuk Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton. Hal ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis yang juga berasal dari kampung tersebut.
1.    Kurangannya akses informasi
Dewasa ini, kalau kita tidak mengenal dan tidak mampu mengoperasikan internet, HP, laptop, maka kita akan tergolong orang-orang yang terbelakang. Sebab kita tidak akan mengetahui berbagai informasi tentang dinamika yang terus terjadi di dunia ini. Hal inilah yang dirasakan oleh masyakarat Desa Gunung Sejuk. Kurangnya akses informasi, menyebabkan mereka tidak mampu mengembangkan desa mereka untuk bersaing dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten Buton. Ditambah lagi kebijakan-kebijakan pemerintah kabupaten yang sering mendiskreditkan desa Gunung Sejuk
.
Setiap ada kompetisi-kompetisi tingkat kabupaten, propinsi, maupun nasional, sering kali mereka ketinggalan informasi. Padahal potensi yang dimiliki oleh anak-anak gunung sejuk terutama di bidang pendidikan dan olah raga cukup mengagumkan. Mereka hanya mampu mengembangkan potensi tersebut sampai pada tingkat kecamatan, sekalipun ada satu atau dua orang yang sudah pernah mewakili Sulawesi Tenggara pada ajang olimpiade pelajar tingkat nasional bidang olah raga di Jakarta. 
Tidak hanya itu, kurangnya akses informasi juga menyebabkan siswa-siswi yang ingin melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, sering kali ketinggalan bahkan tidak mendapat informasi. Terutama terkait dengan program bebas tes masuk perguruan tinggi serta program beasiswa yang disiapkan oleh pemerintah. Seperti program beasiswa bidik misi yang diberikan kepada siswa-siswi yang tidak mampu tetapi berprestasi yang ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Akhirnya mereka lebih memilih untuk merantau, menikah (setelah lulus SMA), dan bahkan ada yang berdiam diri di kampung (menganggur).

2.    Sarana dan prasarana yang belum memadai
Hal lain yang terpenting dan harus dimiliki oleh suatu kampung adalah sarana dan prasarana sebagai penunjang keberlangsungan hidup masyarakat kampung tersebut, seperti rumah sakit, puskesmas, masjid, sekolah,dan jalan raya.

Di Desa Gunung Sejuk keberadaan sarana dan prasarana masih belum memadai. Hanya ada 1 puskesmas, 2 buah sekolah dasar, 1 buah SMP, 1 buah SMA swasta, serta 3 buah masjid.
Minimnya sarana dan prasarana utamanya sekolah (Sekolah Dasar) tidak mampu membendung animo para orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan terpaksa harus menunggu tahun depan.

Keberadaan 2 buah Sekolah Dasar itu tidak mampu menampung banyaknya murid-murid yang ingin bersekolah pada tahun itu. Hal ini dikarenakan 2 buah SD itu tidak hanya menampung anak-anak dari Desa Gunung Sejuk, malainkan juga anak-anak dari desa lain yaitu Desa Lipumangau yang terletak di sebelah Desa Gunung Sejuk.

Melihat berbagai kekurangan yang ada di Desa Gunung Sejuk, penulis menghimbau kepada pemerintah kabupaten, agar bersikap obyektif dalam menangani berbagai permasalahan yang ada di Kabupaten Buton. Prioritaskanlah desa-desa yang benar-benar membutuhkan bantuan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, puskesmas, sekolah, mesjid, dan hal-hal lain yang menjadi kebutuhan masyarakat desa tersebut. Sehingga pemerataan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Terkhusus untuk masyarakat desa Gunung Sejuk, penulis menghimbau agar bersikap sabar dalam menghadapi berbagai permasalah tersebut, sebab itulah resiko menjadi orang kampung.

KINERJA DPU KURANG MAKSIMAL

OLEH
S I T I  Z U L D A
Pemerintah utama DPU (Dinas Pekerjaan Umum) berupaya melakukan berbagai macam pembangunan guna meningkatkan fasilitas perkembangan daerah dan juga demi kemaslahatan rakyat. Tapi melihat perkembangan yang ada, pemerintah utamanya pada DPU yang melakukan berbagai pembangunan atau pembuatan jalan serta lain-lainnya, yang hanya sekedar membuat saja tanpa kurang mempedulikan kualitas dari apa yang telah dibuat. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi disekitar kita. Tanpa ada maksud untuk melakukan  fitnah atau gossip belaka atas kinerja DPU, tapi seperti yang dapat kita lihat sekarang ini, banyak pembangunan-pembangunan yang dilakukan namun tidak cukup maksimal penggunaannya. Contoh kecilnya seperti pengaspalan jalan-jalan umum, pembuatan jembatan dan masih banyak lagi. Kasus kecil yang banyak terjadi disekitar kita adalah seperti pengaspalan jalan raya yang dalam waktu kurun baru beberapa bulan saja pengaspalannya dilakukan, sudah banyak yang bolong-bolong alias lubang-lubang yang cukup mengganggu pengguna jalan tersebut. contoh lain lagi adalah pembuatan jembatan penyeberangan yang belum lama pemakaiannya justru sudah ambruk duluan. Opini yang berkembang atas hal tersebut adalah adanya kesalahan kontruksi pembuatannya tersebut. kerusakan jalan dan juga jembatan ambruk yang rusak selain bencana alam, ada juga penyebab lainnya yaitu 1. human error (banyak penjabarannya termasuk didalamnya manipulasi spesifikasi), 2. design error. Sehingga perlu diperiksa oleh ahli desain dari pihak lain. Namun, faktor human error mungkin lebih dominan dalam kasus ini.

Apakah memang hal tersebut diakibatkan kesalahan kontruksinya? Atau dari proses pembuatannya yang bahan-bahan materialnya tersebut kurang berkualitas yang menyebabkan penggunaannya itu tidak dapat bertahan lama? 
Sungguh,  proses pembangunan fisik sudah terlalu dalam masuk ke zona perpolitikan, sehingga pembuatan pembangunan fisik terkadang hanya sebagai ajang untuk mencari keuntungan dari pihak-pihak tertentu. Hal ini memungkinkan dari pihak-pihak  tertentu yang memenangkan tender pembangunan tersebut mengkin menggunakan bahan-bahan material yang kurang berkualitas sehingga hal tersebutlah yang membuat pembangunan tidak dapat bertahan lama akibat dari bahan dasar materialnya yang berkualitas rendah.

Lantas, bagaimanakah pemerintah menanggapi hal tersebut??? Apakah seperti itu kinerja dari DPU? Siapa yang mau bertanggung jawab hal atas hal tersebut? Tentunya DPUlah yang jadi sorotan menegenai hal ini atas kinerjanya yang kurang maksimal, atau bahkan hanya asal-asalan.  Lantas siapa yang dirugikan  kalau bukan masyarakat? Karena sebagian besar pendanaan tentunya dari APBD yang notabene dari masyarakat. Lantas, harus bagaimana soslusinya? Salah satunya adalah DPU ada baiknya mengaudit proses-prosesnya apa sudah dilaksanakan seluruhnya dengan baik dan benar serta ikut memonitoring pelaksanaan dan perawatan konstruksinya.

Simpel saja, semua ini takkan terjadi bila asas pembangunan untuk kemaslahatan seluruh masyarakat, bukan golongan, bahkan bukan pribadi.

Jumat, 01 Oktober 2010

MEMPERKETAT SERTIFIKASI GURU

oleh : 
Hikmah

PERNYATAAN Mendiknas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan yang orientasinya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini ditempuh karena adanya tingkat kelulusan dan mutu pendidikan yang dihasilkan masih menimbulkan pro dan kontra dari segenap masyarakat Indonesia.
Terkait dengan itu, maka harus ada tim ahli yang menangani atau memverifikasi usul tentang guru yang akan mengikuti sertifikasi, apakah ia layak atau tidak untuk meraih status sertifikasi. Tim-tim ahli ini harus terbagi dalam tingkatan-tingkatan yakni tingkat SMP dan SMA.

Simbol Sertifikasi Guru

Di dalam dunia pendidikan sertifikasi guru merupakan tingkat profesionalisme guru. Seorang guru yang telah lulus sertifikasi harus mampu menguasai keahlian yang ditekuninya. Indikatornya adalah yang bersangkutan mampu menghasilkan output siswa yang kompeten dan bermutu yang dapat dilihat pada tingkat kelulusan yang semakin meningkat. Sekitar 200.000 guru, sejak 2006 hingga akhir 2007, tergopoh-gopoh mengikuti program sertifikasi profesi guru guna memperoleh tunjangan profesi sebagaimana diamanatkan UU Guru dan Dosen. Guru yang berhak ikut, yang sudah mengantongi ijasah S1 dan diajukan  kabupaten/kotamasing-masing Kabupaten/kota ini, memiliki kuota pemberian Depdiknas kepada LPTK (Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan). Para guru diuji kompetensinya melalui setumpuk dokumen bukti kompetensi, seperti sertifikat pelatihan, kemampuan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penghargaan dan lainnya. Jika nilai uji dokumen tersebut kurang dari 850, dan peserta tidak melakukan kecurangan (pemalsuan dokumen, menyogok dll), maka mereka dinyatakan tidak lulus uji portofolio dan berhak mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) Profesi Guru selama 90 jam. Setelah diklat usai, mereka diuji kembali. Jika lulus, guru berhak memperoleh sertifikat profesi pendidik dan tunjangan sebesar sekali gaji PNS.   

Dari hasil monitoring proses sertifikasi tersebut, ternyata persentase kelulusan guru sesudah mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi melebihi 90%, yang tidak lulus hanyalah mereka yang sejak uji portofolio terbukti melakukan kecurangan dan pemalsuan dokumen. Kelulusan sertifikasi portofolio dan diklat yang setinggi itu memang sedikit mencurigakan dan menimbulkan dugaan bahwa mutu guru yang lolos sertifikasi maupun yang tidak, sama buruknya. Pada rancangan diklat profesi guru tahun 2008, bagi peserta yang tidak lulus uji portofolio tahun 2006 dan 2007, tampak itikad untuk meluluskan guru yang tidak lulus sertifikasi portofolio, karena komponen uji kompetensi profesinya berbobot sangat rendah. Ketika guru peserta diklat tidak pernah absen dan dinilai baik oleh teman sejawatnya dan ikut ujian, Sudah Bisa Dipastikan Akan lulus. Artinya, proses sertifikasi secara keseluruhan memang terbukti tidak ada kaitan dengan peningkatan mutu guru. Padahal, setiap peserta dianggarkan Rp 2 juta. Tunjangan profesi juga dipertanyakan maknanya, karena terbukti yang lulus belum kompeten secara profesional (Depdiknas 2004). Untuk hal-hal ini, pemerintah Menyisihkan Uang Rp 400 miliar.



Banyak sedikitnya siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional tentu saja terkait dengan profesionalisme guru yang telah mengikuti sertifikasi. Jika ingin meningkatkan mutu profesional guru, uji portofolio harus menjadi tes awal kompetensi guru. Ketika guru tidak lulus, karena memang kurang profesional, maka dilakukan diklat profesi dengan materi yang sesuai untuk menutupi kekurangan tersebut. Secara teknis memang rumit, tetapi tidak ada jalan menuju perbaikan mutu yang mudah dan cepat. Program pendidikan profesi selama setahun, meski disokong peraturan perundangan, mesti dikontrol ketat, karena dikuatirkan hanya akan mendidik guru menjadi ilmuwan pendidikan (Education Scientist), bukan Guru Profesional Yang Terampil mendidik.

Bukan Sekadar Status Sosial

Guru yang lulus sertifikasi merupakan jabatan yang disandang oleh seorang guru yang telah profesional di bidangnya. Maka seorang guru yang telah memperoleh gelar ini mestinya menjadi penggerak utama dalam pendidikan. Guru sertifikasi tentunya harus memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Jika seorang guru yang telah lulus sertifikasi tidak menghasilkan output siswa yang bermutu, tentu bisa dipertanyakan kesertifikasiannya.

Menurut robert K. Merton, seseorang akan memiliki dua fungsi sekaligus di dalam relasinya dengan dunia sosial. Ada yang disebutnya sebagai fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi manifes guru sertifikasi adalah sebagai tenaga pendidik profesional yang diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan Menilai Hasil Belajar Peserta didik. Selain itu, fungsi laten guru sertifikasi adalah meningkatnya status sosial di masyarakat dan meningkatnya gaji PNSnya.

Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaiman menyeimbangkan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Jangan sampai Cuma fungsi laten yang di utamakan yang akan mengakibatkan sikap sombong dan tidak bermutunya sertifikasi guru yang telah diikutunya. Justru yang lebih penting adalah bagaimana mengembangkan fungsi manifes dalam dunia pendidikan yang orientasinya pada peningkatan mutu pendidikan.

Adanya anggapan bahwa rendahnya kualitas pendidikan disebabkan oleh rendahnya kesejahteraan guru. Maka pemerintah pun telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mensejahterakan guru yang salah satunya adalah menaikkan anggaran sektor pendidikan. Apabila jalan kesejahteraan guru yang ditempuh oleh pemerintah yang mungkin dapat dilihat pada 5 atau 10 tahun mendatang, ternyata tidak meningkatkan kualitas pendidikan maka anggapan ini sangatlah keliru. Artinya, rendahnya kualitas pendidikan tidak disebabkan oleh kesejahteraan guru tetapi semata-mata karena kinerja guru-guru.

Beban dan tanggung jawab ke depan adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan untuk mencetak pemuda-pemudi yang kompeten dan bermutu agar setara dengan negara-negara lain di dunia. Sebab di tangan pemudalah tonggak kebangkitan bangsa ini. Tentu saja semua itu bergantung kepada guru-guru.

Kamis, 30 September 2010

WALIKOTA TIDAK DATANG: PELAYANAN JAMAAH SHOLAT IDUL FITRI KURANG BAIK

OLEH:
HARIYONO USMAN

Kendari, BJ
Pelaksanaan sholat Idul Fitri di Lapangan Benua-benua Kota Kendari tahun ini terasa berbeda pada tahun-tahun sebelumnya. Lapangan Benua-benua ini merupakan tempat yang ditetapkan sebagai wilayah II Panitia Hari Besar Indoensia (PHBI), sehingga tempat ini merupakan tempat sholat Idul Fitri untuk Walikota Kendari., sedangkan  wilayah I bertempat di Masjid agung dan merupakan tempat sholat Gubernur Sultra. Namun tahun ini Walikota Kendari tidak melaksanakan sholat Id. Inilah yang membuat pelaksanaan sholat Id di Lapangan Benu-benua terasa berbeda dan ini tentunya menjadi suatu pertanyaan yang harus dijawab. Oleh karena itu, Setelah dikonfirmasi kepada pihak PHBI, ternyata yang menjadi alasannya adalah karena Pak Walikota tidak ingin tiap tahunnya sholat di tempat yang sama, beliau ingin ke tempat yang lain untuk bisa bersilaturahmi pada masyarakat Kota Kendari secara luas dan bukan pada masyarakat tertentu saja, Tukas Wijoyo Cokro dari pihak PHBI wilayah II. Pemberitahuan ini disampaikan pihak Walikota dalam Rapat PHBI se-Kota Kendari yang diadakan di Aula Bertakwa Kota Kendari pada akhir bulan Agustus kemarin dan informasinya tahun ini Pak Walikota beserta rombongan sholat di Lapangan Lakidende.

Ketidakhadiran Walikota seakan mempengaruhi pelayanan jamaah pada pelaksanaan sholat Id di lapangan benu-benua tersebut. Dengan perkataan lain, ketika tahun-tahun sebelumnya Walikota sholat di lapangan itu, maka pelayanan dalam hal ini kebersihan lapangan, sistem operator suara, ataupun pengaturan saf-saf jamaah semua dipersiapkan dengan baik. namun, pelaksanaan sholat Id tahun ini seakan pihak walikota lepas tangan. Akhirnya, terutama pada kebersihan, masih ada rumput-rumput yang tinggi yang pastinya sangat mengganggu jamaah ketika sholat. Pihak PHBI juga sudah berusaha keras untuk memotong rumput, tapi tidak semua terpotong. Terkait prosedur pelayanan, dari pihak PHBI mengatakan bahwa tahun-tahun lalu tidak ada bantuan dana yang diberikan dari pihak walikota hanya berupa bantuan fisik, yakni dikerahkannya Dinas Kebersihan Kota Kendari untuk membersihkan lapangan tersebut. Namun, tahun ini dinas kebersihan juga tidak datang untuk membersihkan Lapangan Benu-benua sebagai wilayah II terpusat PHBI, sehingga membuat pihak PHBI kewalahan membersihkan lapangan dengan alat seadanya yang disewa. Oleh karena itu,  kuat dugaan dari ketidakdatangan dinas kebersihan ini juga disebabkan kerena ketidakdatangan Walikota Kendari untuk sholat Id di lapangan tersebut.

Oleh karena itu, dengan pelayanan yang kurang baik, pastinya sebagian  jamaah yang sholat di Lapangan Benu-benua itu sedikit memberikan keluhannya. “Rumput-rumput di lapangan itu masih panjang, sehingga susah kita untuk sholat apalagi pada saat sujud, itu sangat mengganggu kekhusyuan sholat” Tukas Nono yang merupakan salah satu jamaah sholat Id di lapangan tersebut. Selain rumput-rumput yang masih tinggi, juga tidak adanya jembatan kecil di atas Parit yang cukup besar di lapangan itu, sehingga jamaah susah untuk lewat hingga sampai ke lapangan itu. Bahkan ada seorang anak-anak yang jatuh ketika hendak melompati parit tersebut. Hal ini pun disadari oleh pihak PHBI sendiri bahwa mereka kurang persiapan. “Sebenarnya ada dan tidaknya Pak Walikota untuk sholat di Lapangan Benu-benua pelayanan kepada jamaah tetap sama, hanya memang kami sadari kami kurang persiapan dan ini diluar harapan kami, “ Tukas Wijoyo Cokro.

Dengan kejadian ini, maka pihak PHBI berusah agar tahun depan bisa memberikan pelayanan yang baik terhadap jamaah, yakni dengan meningkatkan koordinasi terutama koordinasi pada bagian kebersihan dan harapannya kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota Kendari agar Lapangan Benu-benua sebagai tempat wilayah terpusat II PHBI tetap diperhatikan walaupun Walikota Kendari beserta rombongannya tidak sholat di lapangan tersebut.(Har)

Minggu, 26 September 2010

KEKECEWAAN DIBALIK PEMILIHAN BUPATI BARU

HARYANI DINA

Pesta demokrasi sudah telah kita lalui bersama-sama, baik dalam satu propinsi maupun kepropinsi lain atau dalam satu kota maupun kota-kota lain. Berbicara masalah demokrasi, maka tidak luput dengan adanya pemilihan. Pemilihan yang dimaksud adalah memilih para pejabat baru yang akan menggantikan posisi kedudukan pejabat-pejabat sebelumnya. Maka dari itu, penulis akan mengupas beberapa penggalan kalimat mengenai demokrasi kecil-kecilan yang terjadi di sebuah perkotaan maupun di berbagai pelosok desa khususnya di kota saya sendiri.
Dengan diadakannya demokrasi kecil tersebut, telah memberikan peluang beberapa orang di dalam masyarakat maupun dalam kota untuk memeperoleh jabatan, seperti hal yang dialami oleh masyarakat di kecamatan saya. Di kota saya yaitu di Raha telah diadakan pemilihan bupati baru. Dalam pemilihan tersebut, banyak para pejabat yang telah mencalonkan diri. Tetapi, hal yang paling utama diperebutkan adalah kedudukan sebagai bupati.
Sebelum diadakan pemilihan, sebagian masyarakat sudah menetapkan pilihan mereka masing-masing. Bisa saja mereka sudah mematangkan pilihannya terhadap satu calon tanpa ada rasa paksaan dari pihak mana pun. Tetapi, yang dikhawatirkan disini adalah jangan sampai sebagian dari warga sudah menerima suapan berupa uang atau hal-hal lain terhadap yang sudah didukungnya. Hal ini benar-benar telah terjadi dan tidak perlu kita pungkiri lagi. Seperti kemarin ada beberapa orang yang telah dijanjikan bahwa kalau yang didukungnya naik dan sudah menjadi bupati, maka mereka-mereka akan mengalami kenaikan kedudukan. Dengan menyebarnya isu-isu tersebut, penulis sempat tidak percaya, tetapi setelah dibuktikan diliburan baru-baru semuanya itu benar. Penulis mendengar  dan melihat secara langsung bahwa setelah calon yang didukung naik untuk menjabat sebagai bupati banyak para pejabat maupun para guru-guru baik dari guru SMA, SMP, SD bahkan TK jabatannya dinaikan. Tetapi dibalik semua itu ada banyak pihak yang dimutasi. Pihak yang menjadi korban tidak mengetahui secara pasti bahwa dengan alasan apa sehingga mereka sampai dimutasi. Banyak hal yang dilakukan dengan mencari pembelaan untuk menyelamatkan kedudukan mereka. Tetapi, semuanya tidak berhasil pula. Sekarang ini pihak yang dimutasi hanya menunggu dan menunggu kejelasan tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Untuk itulah hal yang akan mereka genggam untuk selamanya adalah hanya kekecewaan belaka dengan adanya bupati baru. Pihak pendukung hanya berfoya-foya merayakan kemenangan mereka, tetapi pihak yang menjadi korban hanya tangisan dan yang dirasakan untuk selama-lamanya adalah kehidupan yang tidak tentram tanpa adanya kejelasan.

PREDIKSI 3O TAHUN YANG AKAN DATANG JAKARTA AKAN TENGGELAM

          WA  SINA

Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia. Jakarta adalah salah satu kota dan sekaligus pusat per putaran perekonomian terutama bisnis. Bisnis merupakan salah satu upaya seseorang untuk bisa kaya mendadak jika berhasil. Perusahaan- perusahaan besar yang berdiri kokoh diatas tanah merupakan satu bukti bahwa penduduk Jakarta sangat banyak yang datang dari berbagai daerah dan beragam suku serta bahasa yang digunakan. Maka dari itu, selain karena kemegahannya, Jakarta juga menjadi tempat bagi mereka yang beruntung untuk mengais rezeki. Banyak pendatang baru dari berbagai daerah untuk mengadu nasib di Kota Jakarta yang setiap tahunnya penduduknya meningkat  jadi tidak heran jika banyak pembangunan baik pembangunan mewah maupun posko- posko kecil di pinggiran jalan yang mengaggu pemandangan kota.
Dengan perkembangan teknologi banyak Perusahaan- Perusahaan besar yang mencemari lingkungan sama halnya dengan pembuangan sampah serta tidak adanya kesadaran dari manusia itu sendiri yang selalu melakukan pencurian, pembakaran, dan penerbangan hutan secara liar. Banyaknya transportasi udara,laut dan di darat yang mengakibatkan adanya polusi dimana-mana sehingga menyebabkan Jakarta kotor. Dari berbagai  aspek dan faktor inilah sumber akar masalah yang terjadi di Indonesia khususnya di Jakarta yaitu bencana terbesarnya adalah banjir dan tanah longsor.
Terjadinya penipisan lapisan ozon (O3) adalah salah satu contoh kecil ,dimana dengan terjadinya penipisan ozon maka derajat panas matahari akan lebih tinggi dari sebelumnya sehingga menyebabkan lahan terbakar beserta pohon- pohon di hutan juga ikut terbakar. Dari kebakaran ini air hujan tidak da pat lagi diserap oleh akar tanaman dan tanah tidak bisa menyimpan air, maka akan terjadi banjir yang sangat besar serta di susul oleh tanah longsor. Jika seperti ini adanya maka di prediksi Jakarta 30 tahun akan datang akan tenggelam. Karena kondisi alam yang tidak memungkinkan tersebut , juga karena kurangnya kesadaran manusia akan pentingnya hutan, pentingnya kebersihan dan lain-lain sebagainya sehingga menyebabkan tenggelamnya Jakarta.

Minggu, 29 Agustus 2010

PROFESIONALISME GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU (KUALITAS) BELAJAR MENGAJAR

                                                              Hariyono Usman

                                           Mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo Sultra,

                                                 e-mail: hariyonousman@yahoo.co.id



Abstrak: Masalah terletak pada tenaga pendidik yang menjadikan guru seperti pilihan terakhir yang juga berpengaruh pada proses belajar mengajar di dalam kelas. Sehingga sebagian besar peserta didik di negeri ini tidak mempunyai minat yang tinggi dalam belajar. Tujuan penulisan untuk mengetahui bagaimana kompetensi guru yang profesional dalam meningkatkan kualitas belajar. Metode kajian meliputi: perumusan masalah, studi pustaka dan penarikan masalah. Hasil kajian berupa kompetensi yang harus dimiliki guru dengan penuangan empiris dan efektif yaitu; (1) personaliti guru, (2) memahami karakter siswa (3) menjadi profesional, manusiawi, kemasyarakatan, (4) menumbuhkan motivasi belajar, dan (5) mengembangkan model pembelajaran serta evaluasi pembelajaran.


Kata kunci: profesionalisme guru, kualitas belajar mengajar, pembelajaran, siswa (peserta didik).



Pendahuluan

Dewasa ini, banyak kita temui orang yang menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Dengan kata lain, kalau sudah mendesak tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat  dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah di bawah garis kemiskinan. Bahkan ada guru yang dipilih asal pilih yang penting ada yang mengajar. Sehingga sebagian besar peserta didik di negeri ini tidak mempunyai minat yang tinggi dalam belajar. Sekolah hanya sekedar waktu kosong atau ikut-ikutan, setelah itu pulang. Apalagi harus  mendengarkan materi pelajaran yang monoton. Sangat disyukuri bila guru tidak masuk. anak-anak bersorai gembira karena tidak terbebani hari itu. Sehingga yang menyebabkan semua ini terjadi adalah hilangnya kreatifitas guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang sempurna sehingga mempengaruhi atas peningkatan mutu kualitas belajar mengajar itu sendiri.

Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Dalam hal ini, termasuk guru saat ini harus profesional. Sebab guru adalah pihak ujung tombak dalam proses belajar mengajar. Untuk menghasilkan peserta didik yang berprestasi, tentu berawal dari seorang guru yang memberikan ilmu kepada mereka. Guru saat ini masih sangat sedikit yang antusias untuk menambah ilmunya sendiri. Juga masih rendah minat guru untuk membaca dan membeli buku. Padahal semua itu adalah sumber pengetahuan yang bisa mereka aplikasikan untuk mereka para peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Selain itu, kualifikasi dan latar belakang pendidikan guru tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak di antara guru yang mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Sehingga semua itu jelas nantinya akan berdampak buruk pada kualitas (mutu) belajar mengajar di kelas, bahkan berdampak buruk pada potensi dan masa depan siswa.

Parkey (1998: 3) mengemukakan bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai guru di depan kelas, akan tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang turut serta menentukan kemajuan sekolah bahkan di masyarakat. Sehingga bila disimpulkan dari pendapat tadi, maka kita dapat menemukan beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya tuntutan terhadap keprofesionalan yang harus dimiliki oleh guru. Faktor pertama adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi guru adalah dimana guru harus memiliki keterampilan-keterampilan yang cukup untuk mampu memilih topik, aktivitas, dan cara kerja dari berbagai kemungkinan yang ada.

Faktor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan dalam masyarakat yang memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan terhadap siswa. Sebagai contoh, banyak guru yang memberikan motivasi seperti mendorong anak-anak bekerja keras di sekolah agar nanti mereka memperoleh suatu pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik bagi mereka. Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-perkembangan ini menguji fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya mengajar mereka dalam mengakomodasi sekurang-sekurangnya sebagian dari perkembangan baru tersebut yang memiliki suatu potensi untuk meningkatkan proses pembelajaran.

Berdasarkan hal di atas, maka pentingnya keprofesionalan guru ini sangat berpengaruh terhadap meningkatnya (mutu) kualitas belajar mengajar. Seorang guru harus mengetahui apa yang dilakukannya di dalam proses itu dan menciptakan berbagai pengajaran-pengajaran yang memungkinkan membangkitkan minat siswa untuk belajar. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan membahas secara umum tentang kompetensi guru yang profesional dalam proses belajar mengajar.

Guru Profesional

Kata profesional berasal dari bahasa Inggris yang berarti ahli, pakar, mampu dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi, tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas karena menjadi berkualitas bukan hanya menjadi persoalan ahli. Tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, mejadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi yang telah familiar di tengah masyarakat.

Dalam kaitannya dengan guru, maka guru juga jelas sebuah profesi yang idealis dan membutuhkan keprofesionalannya dalam menjalani profesi tersebut. Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan integritas menjadi guru profesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran psikologis, humanis, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Guru merupakan tokoh sentral dalam dunia pendidikan yang sangat menentukan ke arah mana sebuah bangsa menuju tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai. Sementara itu, menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran. Oleh karena itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.

Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Hal ini berkaitan dengan kompetensi profesional yang harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005 yang merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Pengajar harus lebih memperhatikan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar ketimbang dengan target-target untuk menyelesaikan kurikulum yang sebagian mungkin tidak relevan dengan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar setempat. Guru profesional juga harus memperhatikan dan memfasilitasi proses-proses aktualisasi potensi, bakat, dan talenta murid-muridnya. Di samping itu masih banyak beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru yang profesional dalam meningkatkan mutu (kualitas) belajar mengajar yang berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai hal tersebut.

Personaliti Guru

Peran guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Reece dan Walker (1997:92) mempertegas pernyataannya bahwa afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru sering terlambat, maka siswa pun akan berbuat sama. Dalam hal ini, siswa menjadikan guru sebagai “lukisan” yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung contohnya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakkan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami terutama hanya dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab sentral dari pembelajaran tersebut mencakup tindakan-tindakan moral dalam konteks yang bersifat khusus. Oleh sebab itu menurut Shulman dan Socket, guru yang baik harus menggunakan penilaian terhadap tindakan situasi kelas secara khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru  terhadap situasi haris mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai sumber-sumber (agen) moral.

Di samping itu, personaliti guru ini juga menyangkut kepribadian seorang guru sebagaimana dalam PP RI No. 19/2005 menetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki guru, salah satunya yaitu kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Memiliki kepribadian yang stabil dan mantap dimaksudkan guru harus bangga sebagai pendidik dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Memiliki kepribadian yang dewasa dimaksudkan agar guru menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. Memiliki kepribadian yang arif dimakduskan agar guru menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Memiliki kepribadian yang berwibawa agar guru memiliki perilaku yang berpengaruh yang positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan, guru bertindak sesuai dengan norma (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Oleh karena itu, jika personaliti guru ini tidak mencerminkan sesuatu yang baik maka akan berpengaruh kepada proses belajar mengajar.    

Profesional, Manusiawi, dan Kemasyarakatan

Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Tugas-tugas profesional yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak-anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama manusia kelak dengan sebaik-sebaiknya. Tugas-tugas manusiawi itu transformasi diri, identifikasi diri sendiri, dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik utnuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secata kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat  dimana ia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik. Turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara melalui Undang-Undang dan GBHN. Guru harus turut serta menyukseskan semua program pemerintah dengan jalan turut serta melakukan kegiatan-kegiatan yang sejalan dengan program itu. Sebagai anggota masyarakat, maka dia harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Selain itu juga, tugas kemasyarakatan ini berkaitan dengan kompetensi sosial yang harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005 yang merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis, harmonis, dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator, dan dinamisator pembangunan tempat dimana ia bertempat tinggal. Ketiga tugas guru ini, jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhirnya mampu memilih nila-nilai hidup yang semakin kompleks dan harus mampu membuat  anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didikini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, tari-tarian, suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukuran, atau melalui simbol-simbol.       

Memahami Karakter Siswa

Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode, dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan dalam belajar mengajar, maka guru terlebih dahulu dituntut keprofesionalannya untuk memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan, dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998: 5). Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik  lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka.

Dalam meningkatkan mutu kualitas belajar mengajar, maka upaya-upaya guru dalam mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak bersifat menetap, akan mengalami perubahan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Bahkan seringkali perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa berlangsung dengan cepat sehingga guru tidak jarang mengalami kesulitan untuk mengenal dan memahaminya secara cermat. Di samping itu pula, kebutuhan-kebutuhan merka menggambarkan kebutuhan intelegensial, kemampuan maupun ketidakmampuannya (Parkey, 1998: 276). Bagi anak-anak yang memiliki kualitas intelegensi yang baik dan berada dalam tahap atau masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak yang tergolong memiliki intelegensi yang rendah walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu. Dalam pandangan DePorter & Hernacki (2001: 117) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu; (1) orang-orang yang visual, yang sering ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan, (2) orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengar ceramah atau seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis, (3) orang-orang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk diam.

Selain itu, Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dan sebagai pembimbing belajar siswa, guru harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan intruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalan setiap proses belajar mengajar berlangsung. Melalui pendekatan pribadi, guru akan secara langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Abdillah (2008) mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu;

1.        Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.

2.        Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah probadi yang dihadapinya.

3.        Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.

4.        Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.

5.        Mengenal dan memahami setiap siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.


Menumbuhkan Motivasi Belajar

Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar yang sekaligus mempengaruhi proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar (Sardiman, 2006: 75). Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat non intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup yang tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, penurunan motivasi yang terjadi pada diri siswa bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu bisa dikarenakan adanya faktor luar dari sekolah yang mengakibatkan kelelahan secara fisik kepada siswanya atau faktor yang dari dalam sekolahan itu sendiri. Bisa dikatakan dari luar sekolah kita juga perlu memperhatikan faktor yang sangat penting, dari dalam diri siswa itu sendiri.

Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Sedangkan bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk melakukan kegiatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang hati karena didorong motivasi. Dengan adanya motivasi yang tinggi yang ada dalam diri siswa, akan menumbuhkan keikhlasan dalam belajar dan kesadaran bahwa belajar adalah hal yang sangat penting bagi mereka dan untuk masa depan mereka sendiri di hari kelak. Bahkan motivasi yang tinggi akan menjadikan mereka mempunyai tekad yang kuat untuk belajar dan bersedia menghadapi segala kesulitan-kesulitan yang datang dalam kegiatan belajar para siswa. Oleh karena itu, motivasi siswa untuk belajar sangat penting dalam proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sehingga proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi kebutuhan bagi setiap siswa. Dengan kata lain, memperjelas tujuan yang dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapat sukses yang dicita-citakan. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Sehingga, bilamana guru dapat merubah tujuan-tujuan belajar ini menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk terdorong melakukan aktivitas belajar.

Mengembangkan Model (Strategi) Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu tindakan dalam kelas atau dalam proses belajar mengajar. Guru profesional sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sekaligus pengajar yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak moral maupun sosial dan untuk menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Dengan variasi metode, dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa (Slameto, 2003: 96).

   Proses pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi,  sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif. T. Raka Joni (1992) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efisien dan efektif. Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran  meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya (Dick and Carey).

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehinga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif, maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasiltas sekolah yang tersedia, kondisi kelas, dan beberapa faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran. Dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.

Oleh karena itu, Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

•   Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

•   Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.

•   Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.

•   Memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaan, yaitu: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran(syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

•   Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut  meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

• Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedomaan model pembelajaran yang dipilihnya.

Di samping itu, hal ini berkaitan dengan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam PP RI No. 19/2005 merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Dalam proses belajar mengajar, guru merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan untuk kepentingan pembelajaran. Tujuannya guru dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Yang pada akhirnya guru harus merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Dengan demikian, profesionalisme seorang guru dapat meningkatkan mutu (kualitas) mengajar dan secara tidak langsung “menggiring” atau “membebaskan” potensi kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu (educare).

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan mutu (kualitas) belajar mengajar dalam suatu kelas tergantung dari keprofesionalan guru dalam mengelola proses itu. Keprofesionalan guru itu dapat dilihat dari kemampuannya mengajar di atas rata-rata. Dengan kata lain, profesionalisme guru dapat dilihat dari profesinya yang bukan hanya sebagai pengajar juga sebagai motivator, fasilitator, mediator, dinamisator, dsb. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Disamping itu, diperlukan keahlian-keahlian lainnya. Guru harus memiliki kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia; meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak; kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar; memahami karakter siswa dengan baik; kreatif  dalam membangkitkan motivasi belajar siswa yang merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar; serta guru dapat memilih metode pembelajaran mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan dan  merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Saran

Berdasarkan konsep sebelumnya bahwa untuk meningkatkan mutu (kualitas) dalam proses belajar mengajar diperlukan guru yang profesional. Untuk mewujudkan itu semua, penulis ingin memberikan saran agar pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan mutu profesional guru. Disamping itu, Terri K. Fishbough yang merupakan seorang guru yang mendapat predikat sebagai guru teladan dari Tulare County, California mengatakan bahwa saya terus belajar. Bekerja hanya untuk mengumpulkan gaji adalah hal yang buruk. Oleh karena itu, saran penulis agar para guru tidak pernah berhenti untuk belajar.





Daftar Pustaka

Aprianto. (2009). Kompetensi yang Harus Dimiliki Oleh Guru. (Online), (http://apri76.wordpress.com/2009/02/22/kompetrensi-yang-harus-dimiliki-oleh-guru/, diakses 28 Maret 2010).

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Desi Reminsa. (2008). Menjadi Guru Pofesional. (Online), (http://desireminsa.multyply.com/journal/item/3, diakses  24 januari 2010).

Frank, Sennet. 2003. Guru Teladan Tahun Ini. Terjemahan oleh Vidi Athena Dewi. 2004. Jakarta: Erlangga.

Harefa, Andrias. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Oemar, Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.